NILAI PENGETAHUAN
Oleh : Abdul Rochman
I Pendahuluan
Setiap manusia tentu mengetahui beberapa hal dalam kehidupannya, dan dalam dirinya terdapat bermacam-macam pemikiran dan pengetahuan termasuk pengetahuan tentang hukum alam.
Pengetahuan hukum alam dianggap memiliki nilai kebenaran, jika pengetahuan itu dicapai dengan melalui praktek dan pengalaman, serta dapat menunjukkan realitas obyektif. Tak ada satupun di alam ini yang tidak diketahui. Akan tetapi alam mengandung sesuatu yang masih belum diketahui, dan akan terungkap serta akan diketahui lewat perantara metode ilmiah yang praktis.
Pengetahuan tersebut di atas, dikuatkan oleh filsafat marxisme yang percaya akan kemampuan pikiran manusia untuk mengungkapkan realitas obyektif. Namun demikian pernyataan tersebut disangkal oleh Kant dengan konsepnya bahwa sesuatu yang ada di dalam dirinya, tak terjangkau pengetahuan.
Untuk mengetahui apakah pengetahuan dalam filsafat marxisme memiliki nilai yang lebih tinggi dan watak yang lebih unggul dari pada pengetahuan dalam filsafat Kant, kaum idealis, dan materialis ?, Muhammad Baqir as-Shadr memberikan penjelasan-penjelasan yang dikaitkan dengan filsafat Islam tersebut di bawah.
II. Pandangan para Filsafat Yunani.
Pada abad ke 5 SM, terjadi perdebatan sengit yang menolak terhadap pemikiran yunani, oleh gelombang sofisme. Pada saat itu pandangan-pandangan filosofis dan asumsi-asumsi non-empirikal saling menghamtam satu sama lain, sementara pemikiran filosofis belum mencapai kematangan intelektual yang tinggi, sehingga terjadi kerancauan pemikiran dan kecemasan yang mendalam.
Tokoh yang menolak segala prinsip pemikiran manusia dan proposisi terinderai serta intuitif, antara lain adalah :
Georgias (483 –380 SM), Dia adalah filosof yunani, orator dan guru retorika. Lahir di Sicilia dan pindah ke Yunani. Dia sebagai tokoh Sofisme. Karya terkenalnya adalah “On Nature or the Non-Existent”. Disini Georgias berkata :
a. Tak ada yang maujud, jika ada tentu berasal dari ketiadaan atau dari sesuatu.
b. Jika ada sesuatu, tak mungkin dikenal, sebab pikiran dan segala sesuatu itu berbeda.
c. Kalau sesuatu dapat dikenal, tak mungkin dapat disampaikan, sebab niat dan pemahaman itu berbeda
Dari perdebatan itu muncul Socrates, Plato dan Aristoteles yang bersikap anti terhadap sofisme. Aristoteles menggariskan logika terkenalnya untuk menemukan kesalahan sofisme. Dia mengatakan bahwa pengetahuan inderawi dan pengetahuan rasional primer atau sekunder dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip logika, adalah realitas-realitas yang sangat bernilai.
Untuk menunjukkan dua orientasi yang saling bertentangan, yaitu orientasi sofisme dan logika Aristoteles, maka muncullah doktrin skeptisisme. Doktrin ini dipelopori oleh Pyrrho.
Pyrrho (360 – 270 SM) adalah filosof Yunani. Seorang skeptik yang berkata bahwa tidak mungkin mengetahui watak sesuatu. Setiap pernyataan mengandung dua kemungkinan yang sama kuat, positif atau negatip. Oleh karena itu penilaian tidak boleh dibuat. Karena penilaian tidak boleh dibuat, maka harus diam berkenaan dengan segala sesuatu. Ini membuat orang harus undur diri, dan hidup dalam ketenangan.
III Rene Descartes (1596 – 1650)
Ia adalah tokoh resionalis dan pelekat dasar kebangkitan filsafat di Eropa, pendapatnya bahwa karena gagasan-gagasan saling berlawanan, maka gagasan-gagasan itu merupakan ajang kesalahan, begitu juga persepsi inderawi saling menipu, jadi adanya keragu-raguan terhadap kebenarannya. Oleh karena itu ia memulai filsafatnya dengan badai skeptesisme. Namun demikian, ia mengecualikan satu kebenaran yang tidak digoncang badai skeptisisme, yaitu pikiran yang realitas aktual. Keraguan tidak akan mempengaruhinya, kecuali dengan memperkuat sta-bilitas dan kejelasan, jadi berpikir itu adalah suatu kebenaran yang pasti. Dia berusaha keluar dari konsepsi menuju eksistensi, dan dari segi subyektifitas ke obyektifitas, membuktikan eksistensi dirinya dengan realitas, dengan menyatukan “aku berfikir, maka aku ada”.
Pada saat pemaparan pikirannya dengan “aku berfikir, maka aku ada”, ia tak merasa perlu menerima bentuk-bentuk silogisme dalam logika, malah ia percaya bahwa pengetahuan mengenai eksistensi melalui pikirannya, merupakan masalah intuitif yang tak memerlukan penyusunan bentuk silogisme dan penerimaan akan premis-premis minor dan mayor, karena itu intuitip tidak diragukan lagi. Dengan demikian ia menambah proposisi yang lain pada proposisi intuitif yang pertama dan membenarkan bahwa sesuatu tidak mungkin ada, dari ketiadaan.
Descartes menyusun pemikiran manusia dalam tiga kelompok, yaitu :
Gagasan-gagasan instinktif atau fiksi yaitu gagasan-gagasan alami manusia yang tampak sangat jelas, seperti gagasan tentang Tuhan, gerak, perentangan dan jiwa.
Gagasan-gagasan samar, yaitu yang terjadi dalam pikiran karena adanya gerak yang datang pada indera dari luar, hal ini tidak mempunyai asas di dalam pikiran manusia.
Gagasan-Gagasan yang berbeda-beda, yaitu yang disusun manusia dari gagasan-gagasan mereka yang lain seperti gagasan bahwa seseorang manusia mempunyai dua kepala.
Selanjutnya ia memberikan penjelasan bahwa gagasan tentang Tuhan adalah gagasan yang mempunyai hakekat obyektif, karena setiap pikiran fitri di dalam alam manusia adalah pikiran yang benar dan mencerminkan suatu hakekat obyektif, pikiran-pikiran rasional pada kelompok pertama tersebut di atas, adalah berasal dari Tuhan. Oleh karena itu Descartes percaya kepada pikiran-pikiran fitri saja, bukan pikiran yang muncul karena sebab-sebab dari luar. Dengan demikian ia membagi pikiran tentang materi menjadi dua bagian, yaitu :
Pikiran-pikiran yang fitri, seperti gagasan tentang perentangan( ekstensi).
Pikiran-pikiran yang maujad (kemudian) yang mengekspresikan reaksi-reaksi tertentu dari jiwa, karena pengaruh-pengaruh luar, seperti gagasan tentang suara, bau, rasa panas, dan wawasan.
Bagian pertama adalah kualitas-kualitas pertama yang hakiki, dan bagian kedua adalah kualitas-kualitas kedua yang tidak mengekspresikan hakekat-hakekat obyektif, tetapi menunjukkan reaksi subyektif.
Muhammad Baqir As-Shadr memberikan komentar bahwa beberapa abad sebelum Descartes mengemukakan pemikirannya, Al-Syaikh Al-Rais Ibnu Sina mengemukakan bahwa manusia tidak dapat membuktikan eksistensinya melalui pikirannya, karena jika mengatakan “aku berpikir, maka aku ada”, maka ia hendak membuktikan eksistensinya melalui pikiran tertentu saja, dan ia sebenarnya telah membuktikan ekstensinya yang tertentu. dan juga yang dikehendakinya. Ini jelas salah, karena pikiran mutlak menetapkan eksistensi sang pemikir mutlak, bukan pemikir khusus. Selanjutnya Descartes menjelaskan bahwa pikiran-pikiran yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia itu menunjukkan hakekat obyektif. Nah, jika pikiran-pikiran itu tidak benar, maka berarti Tuhan menipu, dan mustahil Tuhan menipu.
Akhirnya Muhammad Bagir as-Shadr memberikan suatu penilaian terhadap gagasan Descarter sebagai gagasan yang menunjukkan kerancuan
IV. John Locke (1632 – 1704)
John Locke adalah filosof Inggris, tokoh teori empirikal. Pendapatnya bahwa pengetahuan itu terbagi atas :
Pengetahuan intuitip, yaitu pengetahuan yang dapat dicapai, tanpa perlu mengetahui sesuatu yang lain, seperti satu adalah separuh dua.
Pengetahuan reflektif, yaitu pengetahuan yang tidak mungkin didapat, tanpa bantuan informasi sebelumnya, contoh sudut sebuah segitiga adalah sama dengan dua sudut siku-siku (180 0)
Pengetahuan yang merupakan hasil dari pengetahuan empirikal atas suatu obyek yang sudah diketahui
Menurut Locke bahwa pengetahuan intuitif adalah pengetahuan hakiki yang merupakan nilai filosofis yang sempurna, begitu juga pengetahuan reflektif dapat dijelaskan dengan penalaran yang valid. Sedangkan pengetahuan emperikal tidak mempunyai nilai filosofis, meskipun bernilai dalam kehidupan praktis.
Segenap pengetahuan diturunkan dari indera dan pengalaman inderawi, bahkan pengetahuan intuitifpun diturunkan dengan cara demikian. Indera adalah sebab pokok pengetahuan. Oleh karena itu kesimpulan alamiahnya adalah skeptis mutlak terhadap nilai setiap pengetahuan manusia. Esensi dan realitas dasar setiap pengetahuan itu hanyalah persepsi inderawi yang didapat dari pengetahuan lahir dan batin.
V. Kaum Idealis.
Kaum Idealis dapat dibagi atas idealisme platomik, idealis kuno, dan idealisme modern.
Idealisme platonik, tokohnya adalah Plato. Ia menekankan kepada realitas obyektif pengetahuan rasional dan emprikal sekaligus. Idealisme kuno terlalu berlebihan dalam mempercayai realitas obyektif penginderaan, yaitu mengetahui gagasan yang berkenaan dengan indera, dan realitas pengetahuan rasional, yaitu mengetahui gagasan secara umum. Ia sama sekali tidak meragukan realitas.
Corak dan bentuk dari idealisme modern adalah yang bertopang pada skeptisisme, menjauhkan sisi obyektifitas sesuatu dari kerangka pengetahuan manusia, atau menegaskan adanya prinsip metafisis bagi alam. Filsafat idealistik adalah mengandung spriritualisme, agnastisisme, empirisisme, rasionalisme, kritisisme, fenomenalisme, dan eksistensial.
Selanjutnya penjelasan mengenai idealisme modern dibagi dalam tendensi filosofis, tendasi fisikal, dan tendensi fisiologik.
Idealisme Filosofis
Pendiri idealisme filosofis adalah George Berkeley (1685 – 1753), dan ia dianggap sebagaai bapak idealisme modern. Teori filsafatnya adalah “sesuatu tak mungkin dinyatakan ada, selama sesuatu itu tidak mengetahui atau tidak diketahui” (Esse ost Percipi). Sesuatu yang mengetahui adalah jiwa, dan sesuatu yang diketahui adalah konsepsi-konsepsi dan gagasan-gagasan yang berada dalam wilayah persepsi dan pengetahuan individu.
Berkeley membagi dua realitas, yaitu pikiran (mind, subyek yang mengetahui) dan Tuhan (realitas pencipta sensasi kita). Teori ini sama sekali mengabaikan persoalan pengetahuan menusia dan studi obyek atas nilai pengetahuan. Teori tersebut tidak mengetahui obyektifitas pikiran (akal) dan pengetahuan, atau eksistensi sesuatu di luar batas kehidupannya.
Konsep idealisme atas dalil-dalil ilmu pengetahuan, dirangkum sebagai berikut :
a.. Dalil pertama, mengatakan bahwa semua pengetahuan manusia berasal dari indera. Jadi indera adalah prinsip pokok pengetahuan. Muh. Baqir ash-Shadr memberi komentar bahwa dalil ini tidak bisa dipertanggung jawabkan, karena tidak semua pengetahuan manusia berdasarkan indera dan pengalaman inderawi. Penginderaan tak memiliki realitas obyektif kebenaran dengan kontradiksi yang tampak didalamnya. Selanjutnya harus dapat dibedakan antara realitas obyektif bagi pengetahuan dan persepsi inderawi, dengan persoalan kesesuaian realitas tersebut, dengan apa yang tampak oleh pengetahuan dan persepsi sepenuhnya, sesuai dengan benda-benda luar.
b. Dalil kedua bahwa kita mempercayai adanya sesuatu itu di luar jiwa, dan hanya konsepsi yang bertumpu pada fakta. Karena fakta memberikan kepada kita persepsi inderawi tertentu, dan persepsi inderawi itu adalah pikiran-pikiran yang dikandung jiwa, maka sesuatu yang dipersepsikan oleh indera, kemudian menjadi pikiran, dan pikiran itu tidak mungkin di luar jiwa kita.
Dalam dalil ini, Berkeley berusaha untuk menolak tentang realitas obyektif sesuatu tergantung kepada kontak langsung dengan realitas tersebut. Selama tidak demikian, maka sebenarnya tidak ada eksistensi apapun, selain eksistensi yang ada dalam kensepsi dan gagasan itu sendiri. Jadi dalil tersebut diatas, tidak begitu memuaskan bagi orang, maupun Berkeley sendiri. Berkeley menyatakan bahwa, kita tidak berhubungan dengan realitas secara langsung, akan tetapi berhubungan dengan pikiran kita. Jadi tidak ada apapun selain pikiran kita sendiri
Untuk lebih jelasnya diberikan contoh sebagai berikut :
Kita mencerap buah apel di atas pohon melaui penglihatan. Arti penglihatan (penginderaan) kita terhadap buah apel tersebut adalah bentuk apel hadir dalam indera kita. Bentuk tersebut terus ada dalam pikiran kita, meskipun kita sudah tidak melihat lagi pohon itu. Bentuk dalam pikiran kita akhirnya menjadi imajinasi. Kemudian kita abaikan bentuk apel-apel yang lain, dan hanya mempertahankan gagasan umumnya, yaitu gagasan universal sebuah apel. Bentuk universal ini adalah inteleksi. Inilah tiga tahapan kensepsi, yang dilalui pengetahuan manusia. Setiap tahapan, merupakan adanya bentuk dalam sebagian fakultas intelektif kita. Jadi secara umum kensepsi baik yang melalui penginderaan, maupun imajinasi dan intelleksi, tidak lebih dari pada hadirnya bentuk sesuatu dalam fakultas.intelektif kita. Oleh karena itu konsepsi tidak mungkin dapat mencapai apa yang ada dibalik bentuk yang kita konsepsikan dalam fakultas-fakultas intelektif kita, dan tidak mungkin bergerak dari yang subyektif ke yang obyektif, karena bentuk suatu esensi di dalam intelektif kita adalah sesuatu, sedang kehadiran obyektif di luar kita adalah sesuatu yang lain. Contoh kita melihat sebuah tongkat yang dimasukkan ke dalam air menjadi pecah, padahal tongkat itu tidak pecah.
Muhammad Baqir ash-Shadr memberikan penjelasan mengenai kesalahan dalil tersebut diatas. Menurutnya bahwa sumber pokok pengetahuan terbagi menjadi 2 kelompok, yakni tashdiqi dan konsepsi
Pengetahuan tashdiqi adalah penilaian jiwa akan adanya sesuatu realita tertentu dibalik konsepsi. Penilaian ini adalah aksi kejiwaan yang menghubungkan berbagai bentuk. Karena itu ia tidak bisa hadir di dalam akal melalui pengetahuan. Ia adalah salah satu aksi internal jiwa yang mengetahui. Disamping itu penilaian ini memiliki sifat subyektif yang tak ada dalam bagian konsepsi manapun, yang dapat mengungkapkan realitas dari balik batas-batas pengetahuan. Jadi pengetahuan tashdiqi ini, dapat membantah argumen Berkeley yang menyatakan bahwa kita tidak berhubungan dengan realitas langsung, akan tetapi berhubungan dengan pikiran.
Konsepsi adalah ungkapan adanya bentuk salah satu esensi dalam fakultas-fakultas intelektif kita. Dalam indera kita, bentuk itu dapat ada. Keberadaan seperti ini menciptakan persepsi inderawi terhadap bentuk tersebut. Selanjutnya bentuk itu dapat hadir di dalam pikiran. Kehadiran seperti ini disebut inteleksi.
c. Dalil ketiga, bahwa kognisi dan pengetahuan manusia mempunyai kemampuan mengungkapkan secara esensial apa yang ada di balik kognisi dan pengetahuan itu. Jadi setiap pengetahuan dan kognisi itu benar.
Komentar tentang dalil tersebut di atas, bahwa banyak informasi dan pemikiran menusia itu salah, dan tidak mengungkapkan realitas. Bahkan para pakar sepakat untuk menerima teori tertentu, ternyata selang beberapa waktu, teori itu salah. Begitu juga untuk menjawab dalil tersebut di atas, maka perlu tahu apa arti pengungkapan esensial pengetahuan itu ?
Pengungkapan esensial adalah pengetahuan memperlihatkan kepada kita obyek yang dinyatakan sebagai suatu yang pasti ada dalam realitas di luar batas-batas pengetahuan dan kesadaran kita, contoh pengetahuan kita bahwa bumi mengitari matahari. Kita percaya dengan pengitaran itu, meskipun sebenarnya tidak ada dalam realita.
d. Dalil keempat, jika pengetahuan tashdiqi dapat salah, dan jika pengungkapan esensialnya tidak melindunginya dari kesalahan tersebut, maka mengapa pengetahuan tashdiqi tidak boleh salah ?
Idealisme bertujuan menganggap pengetahuan manusia sebagai sesuatu yang subyektif. Ia bermaksud menghilangkan pengetahuan tashdiqi secara total dari pikiran manusia, karena terkadang ia salah, dan pengungkapan esensialnya juga tidak selalu benar, maka dengan demikian, keraguan itu bisa dihindarkan. Tetapi doktrin rasional membantah keraguan itu, dan menegaskan bahwa pengetahuan niscaya dijamin kebenarannya. Kesalahan lainnya mungkin terjadi dalam metode membuat penyimpulan dari pengetahuan. Hal ini sesuai pembagian pengatahuan yaitu :
1). Pengetahuan primer, yaitu pengetahuan yang kebenarannya niscaya terjamin. Dari pengetahuan ini terbentuk prinsip pokok berpikir
2). Pengetahuan sekunder, yang dihasilkan dari prinsip pokok tersebut, dan pada pengetahuan ini, bisa terjadi kesalahan.
Jadi walapun kebenaran pengetahuan masih diragukan, akan tetapi tidak bisa meragukan prinsip pokok, sebab kebenarannya niscaya terjamin.
Dari diskusi tentang idealisme filosofis di atas, dapat disimpulkan bahwa realisme, berdasarkan dua prinsip yaitu :
1). Pengetahuan adanya pengungkapan esensial pengetahuan tashdiqi.
2). Pengetahuan adanya prinsip dasar bagi pengetahuan manusia yang kebenarannya niscaya dijamin.
Idealisme Fisis
Para fisikawan mengatakan bahwa alam adalah realitas, dalam arti ia ada, berdiri sendiri, terlepas dari akal dan kesadaran. Alam juga material, karena tersusutkan menjadi pertikel-partikel kecil yang solid, yang tidak dapat berubah dan tidak terbagi-bagi. Partikel-partikel atau masa-masa primordial alam itu bergerak terus menerus. Jadi materi adalah segenap partikel, dan fenomena-fenomena alam di dalamnya, adalah hasil dari perpindahan dan gerak spesial masa-masa itu. Perpindahan dan gerak itu, dikendalikan oleh sistem mekanik. Jadi kesimpulannya bahwa alam merupakan suatu realitas material obyektif yang dikendalikan oleh sistem mekanik yang sempurna. Konsep tersebut di atas, tidak dapat bertahan ketika berhadapan dengan fenomena-fenomena modern. Penemuan itu menunjukkan kepada mereka bahwa akal mereka masih tahap permulaan. Salah satu penemuannya adalah penemuan elektron, yang menunjukkan struktur majmuk pada atom, serta radiasinya dapat diurai.
Perkembangan berikutnya ditemukan bahwa atom adalah unit materi pokok, dan alam tersusun darinya, ia terbukti majmuk dan juga menguap menjadi listrik. Disamping gerak dan mekanik, juga ditemukan yang lain, dan massa-massa benda berfluktuasi menurut geraknya. Dengan demikian maka konsep materialisme mengenai alam, bertentangan dengan ilmu dan bukti-bukti emperikal, dan sebagai gantinya adalah konsep substansial tentang alam.
Di tengah-tengah fenomena baru tentang alam ini, maka muncul tendensi idealisme dalam fisika. Mereka berkata bahwa, karena ilmu setiap hari menemukan bukti-bukti baru, yang menyangkal nilai obyektif tentang alam, maka mereka hanya suatu metode yang tak mengandung realitas obyektif apapun untuk mengungkapkan pikiran dan metafora atau isyarat alamiah.
Namun kaum fisikawan mengemukakan bahwa :
Alam dianggap berasal dari akal dan kesadaran, karena ia tidak memiliki wujud obyektif.
Alam adalah suatu realitas material yang maujud, di luar akal dan kesadaran
Dalam hal tersebut di atas, maka ada 2 (dua) pertanyaan :
1). Apakah alam memiliki realitas yang berdiri sendiri yang terlepas dari pikiran manusia ? Ada 2 jawaban, idealisme menjawab dengan negatif, sedang realisme menjawab dengan positif.
2). Apakah realitas obyektif yang berdiri sendiri itu ?, serta apakah sifat-sifat materi yang menyertainya ? Jawabannya ada pada realisme, karena tidak ada ruang bagi idealisme. Kaum realis menyodorkan jawaban dengan konsep meterialistik tentang realitas obyektif mandiri.
Idealisme Fisiologis
Idealisme, mempunyai pendapat tentang kepastian bentuk subyektif. Persepsi inderawi manusia itu tergantung pada susunan indera kita, dan sistem organik secara umum. Jadi watak persepsi inderawi yang datang dari alam luar, kepada kita tidak sendirinya menentukan bentuk, ini ditentukan oleh sistem syaraf. Jadi indera hanya memberikan simbol, bukan bentuk sesungguhnya.
VI. Pendukung Skeptimisme Modern
Skeptimisme modern muncul untuk memecahkan kontradiksi antara idealisme dan realisme. Idealisme menduga bahwa realitas itu ada dalam kesadaran dan pengetahuan, sedang realisme, realitas itu ada secara subyektif dan mandiri. Salah satu tokoh pendukung faham ini adalah David Home, ia berpendapat bahwa kepastian tentang nilai obyektif pengetahuan manusia, merupakan masalah yang tak terjangkau.
VII. Kaum Relativis
Relativis menyatakan bahwa realitas dan kemungkinan pengetahuan manusia ada. Namun realitas tersebut, bukan realitas yang mutlak, akan tetapi gabungan antara sisi obyektifitas sesuatu dengan subyektifitas pikiran yang mengetahui. Oleh karena itu realitas obyektif dalam pikiran, tidak mungkin dipisahkan dari sisi subyektif, dan tidak bebas dari tambahan tertentu dari luar.
Dalam relativisme, ada 2 (dua) tendensi pokok yang berbeda mengenai gagasan dan batasan-batasannya ilmu pengetahuan manusia, yaitu :
Tendensi Relativisme dalam filsafat Emmanual Kant.
Tendensi relativisme subyektif sejumlah filosof materialis modern
Relitivisme Kant
Penilaian rasional menurut Kant ada 2 yaitu penilaian analitik (penilaian yang dipakai akal untuk menjelaskan saja), dan penilaian sintetik (penilaian yang predikatnya menambah sesuatu yang baru kepada subyek). Penilaian sintetik terkadang primer, juga terkadang sekunder. Penilaian sintetik primer yaitu penilaian yang sudah ada dalam pikiran sebelum pengalaman inderawi. Sedang penilaian sekunder yaitu penilaian yang ada dalam pikiran setelah pengalaman inderawi.
Teori Kant tentang pengetahuan, terangkum dalam pembagian atau penilaian rasional menjadi 3 kelompok, yaitu :
Matematika. Semua pengetahuan rasional dalam kelompok ini adalah penilaian-penilaian sintetik primer. Kelompok matematika ini tidak ada kemungkinan salah.
Ilmu Pengetahuan Alam. Yaitu pengetahuan manusia tentang alam obyektif yang tunduk kepada pengalaman inderawi. Kant memulai dengan menjauhkan materi dari bidang ini, karena akal tak mengetahui apapun tentang alam, selain fenomena-fenomenanya saja. Ia sependapat dengan Berkeley bawa materi tidak dapat diketahui dan tidak dapat terkena pengalaman inderawi. Dengan demikian menurut Kant bahwa ilmu-ilmu alam berbeda dengan ilmu-ilmu matematika. Dalam ilmu matematik, subyeknya ada dalam jiwa secara fitri, sedang ilmu-ilmu alam menggarap fenomena-fenomena luar yang tunduk kepada pengalaman inderawi
Metafisika. Kant berpendapat bahwa untuk sampai pada pengetahuan metafisika, mustahil hanya dengan akal teoritis, karena subyek metafisika tidak empirikal. Dalam metafisika hanya ada penilaian-penilaian analitik, yaitu penjelasan dan penafsiran tentang konsep-konsep metafisika
Dari uraian tersebut di atas, Kant menyimpulkan bahwa :
Penilaian ilmu matematik adalah sintetik primer, dan memiliki nilai mutlak.
Penilaian yang berdasarkan pengalaman inderawi dalam ilmu-ilmu alam adalah penilaian-penilaian sintetik sekunder. Kebenaran yang ada pada penilaian-penilaian itu tidak lebih dari pada kebenaran nisbi.
Dalam subyek-subyek metafisika, tak mungkin ada pengetahuan rasional yang sahih. Tidak berdasarkan penilaian-penilaian sintetik primer, dan tidak pula berdasar penilaian sintetik skunder.
Menurut Muhammad Baqir ash-Sadr, bahwa teori Kant ini mengandung dua keselahan pokok yaitu :
Ilmu-ilmu matematika dianggap sebagai yang memunculkan kebenaran-kebenaran matematis dan prinsip-prinsipnya. Dengan demikian maka Kant membebaskan kemungkinan dari kesalahan dan kontradiksi. Karena ia diciptakan pada jiwa dan digali dari dirinya, bukan dari luar, sehingga orang curiga, jangan-jangan itu salah atau kontradiktif. Baqir berpendapat bahwa ilmu-ilmu matematik hanyalah cermin dari prinsip-prinsip dan realitas-realitas dalam akal pikiran manusia, hal ini persis seperti prinsip-prinsip dan realitas hukum alam. Oleh karena itu realitas-realitas matematis dapat diketahui, dan bukan kita yang menciptakanya, akan tetapi kita yang merefleksikannya dalam ilmu-ilmu alam.
Kant menganggap bahwa hukum-hukum yang berakar dalam akal manusia sebagai hukum-hukum pikiran, bukan cerminan ilmiah hukum-hukum obyektif yang menguasai alam secara umum. Pendapat ini disangkal oleh Baqir bahwa pengetahuan alam dalam akal pikiran adalah ungkapan ilmiah hukum-hukum obyektif yang berdiri sendiri. Setiap pengetahuan dalam ilmu-ilmu alam, membutuhkan pengetahuan pengetahuan alam tertentu, yang atas dasar ini penyimpulan ilmiah ditarik dari eksperimen.
Relativisme Subyektif
Faham ini yakin pada watak relatif dalam setiap yang tampak benar bagi manusia menurut peranan akal setiap individu dalam mencari kebenaran. Menurutnya bahwa kebenaran hanyalah sesuatu yang diniscayakan oleh kondisi-kondisi dan situasi-situasi untuk mengetahui.
Karena kondisi dan situasi seperti itu berbeda pada masing-masing individu, maka kebenaran dalam setiap sesuatu, adalah berkaitan dengan hal tertentu, sesuai dengan situasi dan kondisi. Kebenaran itu bukan kesesuaian gagasan dengan realitas, akan tetapi gagasan itu mutlak berkenaan dengan setiap kasus dan individu-individu.
Relativisme subyektif ini berbeda dengan relativisme Kant dalam dua hal yaitu :
Relativisme subyektif menundukkan segala realitas tanpa terkecuali, sedang Kant menganggap pengetahuan dan prinsip-prinsip matematik sebagai realitas (kebenaran) mutlak.
Kebenaran nisbi, bagi realitivisme subyektif berbeda-beda pada individu-individu karena setiap individu memiliki peran dan aktifitas tertentu, sedang menurut Kant, kebenaran adalah relatif ada pada semua orang.
Skeptisisme Ilmiah
Faham ini mempercayai nilai pengetahuan dan obyektifitasnya. Teori-teori ini meliputi :
Behaviorisme, yang menafsirkan ilmu jiwa berdasarkan fisiologi.
Doktrin psikoanalisis Freud.
Materialisme historis, yang membentuk pendapat marxisme mengenai sejarah.
Untuk lebih jelasnya, maka diuraikan sebagai berikut :
a. Behavioarisme
Faham ini menempatkan tingkah laku mahluk hidup dan gerak-gerik jasmaniahnya, yang dapat ditundukkan oleh observasi ilmiah dan eksperimen sebagai subyek ilmu jiwa.
Manusia dipandang sebagai mesin, yang fenomena dan geraknya dapat dijelaskan dalam kerangka metode mekanik dan berdasarkan prinsip kausasi, serta rangsangan eksternal yang menpengaruhinya. Jadi ketika kita mempelajari gejala-gejala kejiwaan, kita tidak mendapati pikiran, kesadaran atau pengetahuan, tetapi menghadapi gerak dan aktifitas material fisiologika yang disebabkan oleh faktor eksternal atau internal.
Baqir memberikan komentar terhadap pandangan behaviorisme, yang menundukkan kehidupan pemikiran manusia kepada penafsiran mekanik, dan pemahaman pemikiran dan kesadaran sebagai aktifitas fisiologik yang dibangkitkan oleh berbagai faktor material, adalah suatu pandangan yang akan mendatangkan sikap negatip terhadap nilai pengetahuan, dan penolakan terhadap nilai-nilai obyektifitasnya, karena ide itu hanya berhubungan dengan rangsangan-rangsangan saja, bukan dengan pembuktian. Ide itu dapat berganti-ganti dan disusul oleh ide yang kontradiktif, jika rangsangan dan kondisi luarnya berbeda-beda.
b. Doktrin Psikoanalisis Freud
Doktrin ini mengambil kesimpulan yang sama dengan yang diperoleh behaviorisme yang berhubungan dengan teori pengetahuan. Ia membagi pikiran menjadi 2 kelompok yaitu :
Unsur-unsur sadar, yaitu sekumpulan ide, emosi, dan keinginan yang kita rasakan di dalam diri kita.
Unsur-unsur bawah sadar pikiran, yaitu selera dan instink yang tersembunyi di balik kesadaran.
Ia berpendapat bahwa tingkah laku sadar seseorang, hanyalah refleksi terdistorsi dari selera dan dorongan-dorongan di dalam bawah sadar. Jadi sadar itu datang dari bawah sadar, oleh karena itu selera instinktif manusia menjadi dasar hakiki, bagi apa yang diyakini sebagai kebenaran.
Terhadap konsep ini, Baqir memberikan komentar bahwa realitas dapat berbeda dengan keinginan bawah sadar, oleh karena itu mustahil untuk memikirkan bagaimana memberikan jaminan tentang persesuaian antara kekuatan bawah sadar dengan realitas.
Materialisme Historis
Materialisme Historis mempunyai kesimpulan yang sama dengan kesimpulan behaviorisme dan psikoanalisis. Materialisme historis mengungkapkan konsep materialisme yang sempurna tentang sejarah, masyarakat dan hukum-hukum susunan serta perkembangan masyarakat. Ide pokok materialisme historis adalah bahwa kondisi ekonomi ditentukan oleh sarana produksi, adalah asas real masyarakat dengan segala seginya. Karena itu segala fenomena kemasyarakatan timbul dari kondisi ekonomi, dan berkembang mengikuti perkembangan ekonomi. Dengan dasar ini, maka materialisme historis menghubungkan pengetahuan manusia secara umum dengan kondisi ekonomi, karena pengetahuan adalah bagian dari struktur masyarakat yang semuanya bergantung pada faktor ekonomi. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa pengetahuan manusia bukanlah lahir dari aktifitas fungsionalisme otak saja, akan tetapi sebab utamanya adalah keadaan ekonomi .
Konsep tersebut di atas, menurut Baqir hasilnya adalah sama, yakni tidak adanya kepercayaan kepada pengetahuan, dan nilai pengetahuan, karena pengetahuan adalah sarana bagi pemenuhan tuntutan suatu kekuatan yang kuat yang menguasai pikiran, yaitu kekuatan bawah sadar dan kekuatan kondisi ekonomi. Kita tidak tahu apakah kondisi ekonomi itu memberi pikiran kita realitas atau sebaliknya. Andaikata jika tahu tentang hal ini, pengetahuan pada gilirannya akan juga merupakan ekspresi baru tuntutan-tuntutan kondisi ekonomi. Tetapi belum diyakini hubungan pengetahuan seperti itu dengan aktualitas.
Kamis, 10 Maret 2011
NILAI PENGETAHUAN
Posted by ABDURROCHMAN
06.22, under | No comments
0 komentar:
Posting Komentar
Nama ditulis pada Pilihan Select Profile