Kamis, 10 Maret 2011

MANAJEMEN SEKOLAH

Posted by ABDURROCHMAN 06.10, under | No comments

MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH
Oleh : Abdul Rochman

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Semakin majunya suatu jaman, semakin kompleks juga masalah yang dihadapi, baik masalah politik, ekonomi, sosial budaya, maupun masalah pendidikan. Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi saat ini adalah masalah rendahnya mutu pendidikan dan bahkan eronisnya mutu pendidikan di Indonesia saat ini setingkat dengan mutu pendidikan di negara-negara miskin atau negara yang baru merdeka.
Berbagai upaya telah diusahakan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan ini, namun karena adanya beberapa faktor yang menyebabkannya, sehingga hasilnya sampai saat ini masih belum sepenuhnya menggembirakan. Faktor-faktor tersebut, antara lain karena proses pendidikan belum berjalan seoptimal mungkin, lembaga pendidikan masih sangat tergantung pada kebijakan pusat (tidak mandiri), serta partisipasi warga sekolah (guru, siswa, orangtua siswa, dan masyarakat) masih sangat rendah.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka upaya yang harus diperbaiki adalah melakukan reorientasi penyelenggaraan pendidikan dengan menerapkan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah atau disingkat dengan MPMBS.

B. Tujuan dan Alasan diterapkan MPMBS
MPMBS bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif. Untuk lebih rincinya, maka dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya.
4. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang akan dicapai.
Sedangkan alasan diterapkan MPMBS yaitu :
1 Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya, sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.
2 Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
3 Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah, karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.
4 Penggunaan sumberdaya pendidikan lebih efisien dan efektif, bilamana dikontrol oleh masyarakat setempat.
5 Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan sekolah menciptakan tranparansi dan demokrasi yang sehat.
6 Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orangtua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan.
7 Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain, untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orangtua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.
8 Sekolah dengan secara tepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat.

BAB II MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH YANG DIHARAPKAN

A. Konsep Dasar
Sebelum membicarakan lebih jauh tentang manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah, terlebih dahulu dibicarakan tentang pola baru menajemen pendidikan masa depan, karena pada dasarnya MPMBS dijiwai oleh pola baru manajemen pendidikan masa depan.
Pada pola lama, sekolah hanya melaksanakan tugas dan fungsi menyelenggarakan program pendidikan yang sudah digariskan secara terpusat. Sedang pada pola baru, sekolah memiliki wewenang sebesar-besarnya dalam pengelolaan lembaganya. Pengambilan keputusan dilaksanakan secara partisipatif, yaitu dengan melibatkan warga sekolah. Dengan demikian partisipasi warga sekolah akan menjadi besar dan merasa ikut memiliki, dan rasa tanggung jawab terhadap sekolah. Sekolah lebih luwes dalam mengelola lembaganya, pendidikan profesionalisme lebih diutamakan, pengelolaan sekolah lebih desentralistik, perubahan sekolah lebih didorong oleh motivasi diri sekolah, regulasi pendidikan lebih sederhana, peranan pusat bergeser dari mengontrol menjadi mempengaruhi, dan dari mengarahkan ke memfasilitasi, dari menghindari resiko menjadi mengelola resiko, penggunaan uang lebih efesien, lebih mengutamakan teamwork, informasi terbagi ke semua warga sekolah, lebih mengutamakan pemberdayaan, dan struktur organisasi lebih datar sehingga lebih efisien.
Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah atau MPMBS adalah model manajemen yang memberikan otomoni lebih besar kepada sekolah, dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah dalam rangka pendidikan nasional.
Berdasarkan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa MPMBS adalah otonomi sekolah, dan pengambilan keputusan partisipatif untuk mencapai sasaran mutu sekolah.
1. Otonomi Sekolah
Otonomi dapat diartikan sebagai kemandirian dalam mengatur dan mengurus dirinya sendiri dan tidak tergantung. Jadi otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk mengatur dan mengurus kepentingan warga sekolah menurut prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi warga sekolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional.
Otonomi sekolah dapat berhasil dengan baik, jika ditunjang oleh sumberdaya yang berkemampuan handal. Sumberdaya tersebut meliputi sumberdaya manusia, keuangan, informasi dan sebagainya.
Kemampuan sumberdaya manusia meliputi kemampuan untuk mengambil keputusan atau memecahkan masalah-masalah dengan yang terbaik, kemampuan berkomunikasi dengan efektif, kemampuan untuk berdemokrasi dengan baik, kemampuan beradaptasi, kemampuan bersinergi, dan sebagainya.
Kemampuan sumberdaya keuangan, meliputi kemampuan untuk membiayai beban pendidikan dengan baik seperti honor guru, pembelian sarana dan prasarana pendidikan, dan sebagainya.
Kemampuan sumberdaya informasi meliputi kemampuan untuk menyiapkan informasi yang cepat, tepat, dan mutakhkir dalam rangka mendukung proses pengambilan keputusan, dan pelayanan terhadap para warga sekolah.
2. Pengambilan Keputusan Partisipatif
Pengambilan keputusan partisipatif adalah proses pengambilan keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratik, dimana warga sekolah didorong untuk terlibat secara langsung dalam proses pengambilan keputusan.
Keterlibatan warga sekolah dalam proses pengambilan keputusan diharapkan agar warga sekolah mempunyai rasa memiliki terhadap keputusan tersebut, sehingga mereka akan bertanggung jawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan sekolah. Jadi singkatnya makin besar partisipasi, makin besar pula rasa memiliki, dan makin besar rasa memiliki makin besar pula rasa tanggung jawab, dan akhirnya makin besar rasa tanggung jawab makin besar pula dedikasinya.
Keterlibatan warga sekolah dalam proses pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain faktor keahlian, batas kewenangan, relevansinya dengan masalah-masalah yang akan dipecahkan. Contoh masalah pengajar. Dalam pemecahan masalah pengajar ini tentu akan melibatkan para pengajar, begitu juga masalah-masalah yang lainnya.
B. Karakteristik MPMBS
Sekolah adalah suatu sistem. Konsep dasar suatu sistem adalah mempunyai komponen-komponen input, proses, dan output. Berdasarkan tersebut, maka uraian tentang karakteristik MPMBS ini berdasarkan pendekatan sistem, dengan komponen-komponen sebagai berikut :
1. Output yang diharapkan
Pada umumnya output dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu output berupa prestasi akademik, dan output berupa prestasi non-akademik.
Output berupa prestasi akademik, misalnya NEM, rangking kelas, lomba karya ilmiah, lomba (bahasa inggris, matematika, dan sebagainya), cara berfikir (kritis, kreatif, nalar, rasional, induktif, deduktif, dan ilmiah). Sedang output non-akademik, misalnya keingintahuan yang tinggi, harga diri, kejujuran, kerjasama yang baik, rasa kasih sayang yang tinggi, solidaritas yang tinggi, toleransi, kedisiplinan, kerajian, prestasi olah raga, kesenian dan kepramukaan.
2. Proses
a. Proses belajar mengajar yang efektif
Sekolah yang menerapkan MPMBS memiliki efektifitas proses belajar mengajar (PBM) yang tinggi. Ini ditunjukkan dengan menekankan pada pemberdayaan peserta didik. PBM bukan hanya menekankan pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang diajarkan, akan tetapi menekankan pada interrelasi tentang apa yang diajarkan, sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani yang dihayati, serta dipraktekkan dalam kehidupan. PBM juga menekankan pada belajar mengetahui, belajar bekerja, belajar hidup bersama, dan belajar menjadi diri sendiri.
b. Kepemimpinan sekolah yang kuat
Kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumberdaya pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencara dan bertahap.
c. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib
Sekolah memiliki lingkungan belajar yang aman, tertib, dan nyaman, sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan nyaman. Oleh karena itu kepala sekolah dituntut untuk dapat menciptakan suasana ini dengan baik.
d. Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif
Pengelolaan tenaga kependidikan, dimulai dari analisis kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kinerja, hubungan kerja, hingga sampai imbal jasa, merupakan garapan penting bagi kepala sekolah. Lebih ditekankan lagi pada pengembangan tenaga kependidikan harus dilakukan secara terus menerus, sehingga mereka akan mempunyai komitmen yang tinggi dan mampu melaksanakan tugas dengan baik
e. Sekolah memiliki budaya mutu
Budaya mutu harus tertanam disanubari warga sekolah, sehingga setiap perilaku, selalu didasari oleh profesionalisme. Budaya mutu mempunyai elemen-elemen sebagai berikut :
1) Informasi kualitas harus dipakai untuk perbaikan
2) Kewenangan harus sebatas tanggung jawab
3) Hasil harus diikuti dengan penghargaan atau sanki
4) Kalaborasi dan sinergi bukan kompetisi, harus merupakan dasar untuk kerjasama
5) Warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya
6) Keadilan harus ditegakkan
7) Imbalan jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaan
8) Warga sekolah merasa memiliki sekolah
f. Sekolah memiliki “teamwork” yang kompak, cerdas, dan dinamis.
Kebersamaan (teamwork) merupakan karakteristik yang dituntut oleh MPMBS, karena output pendidikan merupakan hasil kolektif warga sekolah, bukan hasil individual. Karena itu budaya kerjasama antar fungsi dalam sekolah, antar individu dalam sekolah, harus merupakan kebiasaan hidup sehari-hari warga sekolah.
g. Sekolah memiliki kewenangan (kemandirian)
Sekolah memiliki kewenangan untuk melakukan yang terbaik bagi sekolahnya, sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan kesanggupan kerja, yang tidak selalu menggantungkan pada atasan. Untuk menjadi mandiri, sekolah harus memiliki sumberdaya yang cukup untuk menjalankan tugasnya.
h. Partisipasi yang tinggi dari warga sekolah dan masyarakat.
Sekolah yang menerapkan MPMBS memiliki karakteristik bahwa partisipasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupannya. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partisipasi, makin besar rasa memiliki, makin besar rasa mimiliki, makin besar pula rasa tanggung jawab, dan makin besar rasa tanggungjawab makin besar pula tingkat dedikasinya.
i. Sekolah memiliki keterbukaan (transparansi) manajemen.
Keterbukaan/transparansi dalam pengelolaan sekolah merupakan karakteristik sekolah yang menerapkan MPMBS. Keterbukaan/ transparansi ini ditunjukkan dalam pengambilan keputusan, perencanaan, dan pelaksanaan kegiatan, penggunaan uang, dan sebagainya, yang selalu melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alat kontrol.
j. Sekolah memiliki kemauan untuk berubah (psikologis dan pisik)
Perubahan harus merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi semua warga sekolah. Sebaliknya, jalan ditempat merupakan musuh sekolah. Tentu saja yang dimaksud perubahan adalah peningkatan, baik bersifat fisik maupun psikologis. Artinya, setiap dilakukan perubahan, hasilnya diharapkan lebih baik dari sebelumnya (ada peningkatan) terutama mutu peserta didik.
k. Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan
Evaluasi belajar secara teratur bukan hanya ditujukan untuk mengetahui tingkat daya kemampuan peserta didik, tetapi yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut, untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu fungsi evaluasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu peserta didik dan mutu sekolah secara keseluruhan dan secara terus menerus.

l. Sekolah Responsif dan Antisipasif terhadap kebutuhan
Sekolah selalu tanggap/responsif terhadap berbagai aspirasi yang muncul bagi peningkatan mutu. Karena itu sekolah selalu membaca lingkungan dan menanggapinya secara tepat. Bahkan sekolah tidak hanya mampu menyesuaikan terhadap perubahan/tuntutan, akan tetapi juga mampu mengantisipasi hal-hal yang mungkin bakal terjadi. Menjemput bola, adalah padanan kata yang tepat bagi istilah antisipatif.
m. Komunikasi yang Baik
Sekolah yang efektif umumnya memiliki komunikasi yang baik, terutama antar warga sekolah, dan juga sekolah-masyarakat, sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing warga sekolah dapat diketahui. Dengan cara ini, maka keterpaduan semua kegiatan sekolah dapat diupayakan untuk mencapai tujuan dan sasaran sekolah yang telah dipatok. Selain itu, komunikasi yang baik juga membentuk teamwork yang kuat, kompak, dan cerdas, sehingga berbagai kegiatan sekolah dapat dilakukan secara merata oleh warga sekolah.
n. Sekolah memiliki akuntabilitas.
Akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban yang harus dilakukan sekolah terhadap keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Akuntabilitas ini berbentuk laporan prestasi yang dicapai dan dilaporkan kepada pemerintah, orangtua siswa, dan masyarakat. Berdasarkan laporan hasil ini, pemerintah dapat menilai apakah hasil MPMBS telah mencapai tujuan yang dikehendaki atau tidak. Jika berhasil maka pemerintah perlu memberikan penghargaan kepada sekolah yang bersangkutan, sehingga menjadi faktor pendorong untuk terus meningkatkan kinerja di masa yang akan datang. Sebaliknya jika program tidak berhasil, maka pemerintah perlu memberikan teguran sebagai hukuman atas kinerjanya yang dianggap tidak memenuhi syarat.

3 Input Pendidikan
a. Memiliki kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu yang jelas.
Secara formal, sekolah menyatakan dengan jelas tentang keseluruhan kebijakan, tujuan, dan sasaran sekolah yang berkaitan dengan mutu. Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu tersebut dinyatakan oleh kepala sekolah. Kebijakan, tujuan, dan sasaran mutu tersebut disosialisasikan kepada semua warga sekolah, sehingga tertanam pemikiran, tindakan, kebiasaan, hingga sampai pada kepemilikan karakter mutu oleh warga sekolah.
b. Sumberdaya tersedia dan siap
Sumberdaya merupakan input penting yang diperlukan untuk berlangsungnya proses pendidikan di sekolah. Tanpa sumberdaya yang memadai, proses pendidikan di sekolah tidak akan berlangsung secara memadai, dan pada gilirannya sasaran sekolah tidak akan tercapai. Sumberdaya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu semberdaya manusia dan sumberdaya selebihnya (uang, peralatan, perlengkapan, bahan, dan sebagainya) dengan penegasan bahwa sumberdaya selebihnya tidak mempunyai arti apapun bagi terwujudnya sasaran sekolah, tanpa campur tangan sumberdaya manusia
Secara umum, sekolah yang menerapkan MPMBS harus memiliki tingkat kesiapan sumberdaya yang memadai untuk menjalankan proses pendidikan. Artinya segala sumberdaya yang diperlukan untuk menjalankan proses pendidikan harus tersedia dalam keadaan siap.
c. Staf yang kompoten dan berdedikasi tinggi
Sekolah yang menerapkan MPMBS harus memiliki staf yang mampu (kompeten) dan berdedikasi tinggi terhadap sekolahnya. Implikasinya jelas yaitu, bagi sekolah yang ingin efektivitasnya tinggi, maka kepemilikan staf yang kompeten dan berdedikasi tinggi merupakan suatu keharusan.
d. Memiliki harapan prestasi yang tinggi
Sekolah yang menerapkan MPMBS mempunyai dorongan dan harapan yang tinggi untuk meningkatkan prestasi peserta didik dan sekolahnya. Kepala sekolah memiliki komitmen dan motivasi yang kuat untuk meningkatkan mutu sekolah secara optimal. Guru memiliki komitmen dan harapan yang tinggi bahwa anak didiknya dapat mencapai tingkat prestasi yang maksimal, walaupun dengan segala keterbatasan sumberdaya pendidikan yang ada di sekolah. Sedang peserta didik juga mempunyai motivasi untuk selalu meningkatkan diri untuk berprestasi sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
e. Fokus pada Pelanggan (khususnya siswa)
Pelanggan, khususnya siswa, harus merupakan fokus dari kegiatan sekolah. Artinya semua input dan proses yang dikerahkan di sekolah tertuju sepenuhnya untuk meningkatkan mutu dan kepuasan peserta didik.
f. Input Manajemen
Yang dimaksud input manajemen, meliputi tugas yang jelas, rencana yang rinci dan sistematis, program yang mendukung bagi pelaksanaan rencana, ketentuan-ketentuan yang jelas sebagai panutan bagi warga sekolah untuk bertindak, dan adanya sistem pengendalian mutu yang efektif dan efisien. Sekolah yang menerapkan MPMBS harus memiliki input manajemen yang memadai untuk menjalankan roda sekolah.

BAB III KONDISI SEKOLAH SAAT INI

A. Realitas mutu sekolah saat ini
Kondisi mutu sekolah saat ini bervariasi, dalam arti kata bahwa ada sekolah yang mutunya cukup baik, namun sebagian besar mutu sekolah masih sangat memprihatinkan.
Sekolah yang mutunya baik, biasanya sekolah-sekolah unggulan atau sekolah-sekolah di kota-kota besar yang penuh persaingan. Sekolah-sekolah ini jumlahnya di setiap propinsi atau kabupaten dapat dihitung jari. Sekolah-sekolah tersebut, menjadi rebutan para orang tua siswa, khususnya orang tua yang ekonominya menengah ke atas. Bagi orang tua yang ekonominya di kelas bawah, akan berpikir panjang untuk menyekolahkan anaknya di sekolah unggulan ini. Memang bisa diakui, sekolah unggulan ini, semua fasilitas pendidikan tersedia, karena ditunjang oleh dana bantuan dari orang tua siswa yang cukup tinggi. Dengan dipandu oleh guru-gurunya berkualitas, siswa belajar cukup efektif, guru-guru tidak mencari uang tambahan di luar sekolah, sebab kebutuhan mereka sudah terpenuhi di sekolah tersebut. Oleh karena itu wajar, jika luaran dari sekolah ini, cukup kompetitif dan signifikan dalam meraih mutu pendidikan.
Sekolah-sekolah tersebut, seperti yang telah diuraikan di atas, jumlahnya sangat sedikit, sedang jumlah sebagian besar adalah sekolah bukan unggulan. Timbul pertanyaan, apakah hak untuk mendapatkan pendidikan yang baik bagi anak bangsa ini, hanya orang-orang yang tertentu saja ? Tentu jawabnya tidak, karena tujuan pendidikan nasional, bukan ditujukan kepada orang-orang tertentu saja, akan tetapi hak seluruh bangsa tanpa terkecuali.
Kenyataan membuktikan bahwa sebagian besar sekolah, mutunya sangat rendah, dan bahkan ada sekolah yang luarannya mendapatkan jumlah total NEM 11 dari 5 mata pelajaran. Jadi rata-rata per mata pelajaran 2.2. Ini merupakan satu contoh dari kesekian banyak sekolah-sekolah yang bukan unggulan. Jadi kesimpulannya bahwa realitas mutu sekolah saat ini masih sangat rendah.
B. Realitas manajemen sekolah saat ini
Pengelolaan sekolah bagi sekolah-sekolah unggulan, sudah cukup sempurna, walaupun masih ada kekurangan-kekurangannya, khususnya akuntabilitas sekolah dan partisipasi aktif warga sekolah.
Namun bagi sekolah yang tidak unggulan, pengelolaan sekolah sangat tidak sempurna. Ketidak sempurnaan tersebut, dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi. Peran kepala sekolah di beberapa sekolah, tidak sesuai dengan etika layaknya kepala sekolah, segala keputusannya tidak pernah dimusyawarahkan melalui rapat atau minta persetujuan warga sekolah, pengelolaan dana tidak transparan, peraturan selalu berubah-ubah menyesuaikan selera peraturan pemerintah, dan bahkan setiap tahun atau catur wulan, ada perubahan peraturan baru, seperti pengadaan buku dan seragam, peraturan penerimaan siswa baru, peraturan ujian cawu dan ujian ebtanas, dan sebagainya.
Selain tersebut di atas, tidak normalnya bentuk kerjasama antar warga sekolah dalam melaksanakan tugas tanggung jawabnya, mereka berjalan masing-masing sesuai kehendaknya. Seperti beberapa guru yang memegang satu mata pelajaran tertentu, mereka dalam mengajar mata pelajaran tersebut, tidak lagi mengadakan teamwork yang kompak dan dinamis. Demikian juga tidak normalnya kerjasama antara kepala sekolah dengan guru, staf, orang tua siswa, dan masyarakat, dapat dilihat dengan jelas dalam kegiatan sehari-hari. Jalur-jalur komunikasi tersumbat, persaingan tidak sehat menjadi tontonan setiap hari, partisipasi warga sekolah khususnya orang tua siswa sangat kurang dan bahkan hampir tidak ada, dan sebagainya.
Kenyataan tersebut, membuktikan bahwa manajemen sekolah saat ini, masih perlu disempurnakan, dan bahkan perlu adanya perubahan peraturan yang mengarah kepada manajemen sekolah yang efektif.

BAB IV MASALAH PENERAPAN MPMBS DAN UPAYA PEMECAHANNYA

A. Lahirnya Masalah
Sejak adanya manusia, maka lahirlah masalah. Karena manusia disamping mempunyai kelebihan-kelebihan, juga mempunyai kekurangan-kekurangan. Kekurangan-kekurangan tersebut antara lain sifat salah dan lupa, serta cenderung dikalahkan oleh nafsunya. Nafsu yang kuat cenderung mempengaruhi akal pikirannya yang sehat, untuk melanggar aturan-aturan atau norma-norma yang sudah ditetapkan.
Berdasarkan tersebut, maka hakekat masalah disebabkan karena adanya kontradiksi antara kemauan manusia yang ingin bebas, dengan aturan hukum yang mengikat. Oleh karena itu dalam penerapan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah, yang menitik beratkan terhadap subyek dan obyek manusia, maka selalu lahir masalah, dan masalah tersebut tidak akan pernah habis, manakala masih ada manusia.
B. Upaya Pemecahannya.
Seperti telah dikemukakan di atas, kenyataan membuktikan bahwa mutu sekolah saat ini sangat rendah. Rendahnya mutu tersebut dikarenakan manajemen sekolah saat ini masih tidak benar. Oleh karena itu, upaya pemecahan masalahnya, dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Ketidak transparannya pengelolaan program sekolah (khususnya dana)
Program adalah rangkaian penjabaran dari suatu rencana kerja. Dari program ini akan dijabarkan kegiatan-kegiatan operasional manajemen pendidikan. Program yang baik harus berdasarkan atas musyawarah dari warga sekolah. Program ini biasanya berkaitan dengan masalah dana. Sumber dana bisa diperoleh dari dana rutin anggaran pemerintah, BP3, dan donotur yang sifatnya tidak tetap. Dana tersebut dipakai untuk mendukung program sekolah.
Setelah dana terkumpul dan program sudah disusun, maka sering menjadi masalah adalah pelaksanaan program dan penggunaan dana tersebut yang tidak transparan. Pemakaian dana dalam mendukung program, biasanya tidak terinci dan tidak jelas, dan bahkan tidak ada pengawasan langsung dari para pemberi dana, khususnya orang tua siswa. Biasanya laporan pertanggung jawaban tentang pelaksanaan program dan penggunaan dana ini, hanya dibuat oleh dua orang yaitu kepala sekolah dan bendahara, karena merekalah yang tahu persis tentang aliran dana yang dipakai.
Sikap dan perilaku ketidaktransparanan kepala sekolah dalam pengelolaan program, khususnya penggunaan dana ini akan sangat mempengaruhi terhadap penerapan MPMBS. Oleh karena itu, upaya pemecahannya adalah dengan meningkatkan pengawasan sekolah.
Pengawasan atau kontrol dilakukan untuk mengendalikan pelaksanaan kerja, agar tertib, lancar, sesuai rencana yang telah ditetapkan. Agar fungsi pengawasan berjalan dengan baik, maka diperlukan sikap mental yang baik pula dari mereka yang berhubungan dengan pelaksanaan pengawasan
Sikap mental yang baik antara lain, kemauan untuk melaksanakan fungsi pengawasan dengan baik, sungguh-sungguh, jujur dan bertanggung jawab dari orang yang diawasi dan mengawasi.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peningkatan pengawasan dalam rangka penerapan MPMBS yaitu dengan membudayakan pengawasan melekat.
Upaya untuk membudayakan pengawasan melekat dapat ditempuh dengan jalan antara lain :
a. Menyadari bahwa pendidikan adalah proses kerjasama..
Konsekwensi logis dari proses kerjasama antara lain adanya keterbukaan dan kesediaan untuk saling memberi. Keterbukaan tersebut adalah keterbukaan dan kesediaan untuk memberi dan menerima saran, nasehat, peringatan dan bahkan keritik yang membangun sehingga menutup kemungkinan tidak terjadinya penyimpangan.
b. Membudayakan pembuatan sistem laporan
Pembuatan sistem laporan yang dimaksud adalah pembuatan sistem laporan kerja yang tertulis dan terinci, sehingga laporan kerja tertulis itu menjadi suatu pekerjaan yang rutin dan akhirnya menjadi hal yang wajar.
c. Mengembangkan pengawasan diri sendiri/ nurani.
Mengembangkan pengawasan diri sendiri/ nurani ini dapat di tempuh dengan meningkatkan iman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Seseorang yang benar-benar iman kepada Tuhan Yang Maha Esa tindak tanduk dan amal perbuatannya akan terkontrol oleh keimanannya. Orang yang benar-benar iman kepada Tuhan Yang Maha Esa yakin bahwa amal perbuatan, tingkah laku, maupun tindak tanduknya tidak akan terlepas dari pengawasan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga dengan keyakinan itu amal perbuatan dan tingkah lakunya akan terkendalikan. Walaupun tidak ada yang mengetahui dan mengawasi senantiasa ia akan selalu menghindari tingkah laku dan perbuatan yang tidak terpuji.
Selain tersebut di atas, yaitu dengan meningkatkan kesadaran akan amanah. Yaitu dengan menyadari sepenuhnya bahwa jabatan adalah merupakan amanah atau barang titipan yang akan dipertanggung-jawabkan di hari kemudian kelak, jadi bukan milik pribadinya. Dengan kesadaran demikian, maka dalam melaksanakan tugas jabatan akan lebih berhati-hati dan berbuat sebaik mungkin.
Demikian juga, membudayakan rasa malu, perlu juga ditingkatkan. Dalam ajaran agama disebutkan bahwa rasa malu itu sebahagian dari iman. Rasa malu di sini dimaksudkan rasa malu yang positip seperti malu berbuat tidak baik dan malu apabila tidak berbuat baik.
2. Kurangnya partisipasi warga sekolah.
Dari hasil pengamatan, bahwa masih banyak kepala sekolah yang mengambil suatu keputusan, tanpa melibatkan warga sekolah, sehingga keputusannya bertentangan, dan bahkan ditolak oleh warga sekolah. Pengaruh dari sikap dan perilaku kepala sekolah baik disengaja maupun tidak disengaja ini, berakibat jelek terhadap sikap dan perilaku dari warga sekolah, yaitu munculnya sifat masa bodoh dan tidak mau tahu dengan sekolah.
Sifat masa bodoh atau kurangnya partisipasi warga sekolah ini, jelas akan mempengaruhi terhadap penerapan MPMBS. Upaya pemecahannya adalah dengan menggerakkan, mendorong atau memberi motivasi kepada warga sekolah agar meningkatkan partisipasi aktif dalam memecahkan masalah-masalah sekolah.
Ada 3 (tiga) macam motive dalam diri manusia (Adam Ibrahim Indrawijaya, 1986 : 82) yaitu motif berprestasi (need for achievement), motif untuk berafiliasi (need for affiliation) dan motif berkuasa (need for power).
Motif berprestasi tercermin pada orientasi tujuan dan pengabdian demi tercapainya tujuan dengan sebaik-baiknya. Seseorang warga sekolah, khususnya guru, tenaga staf, dan siswa mempunyai motivasi berprestasi maka ia akan menyukai pekerjaan yang menantang keahlian dan kemampuannya memecahkan masalah. Ia tidak begitu percaya kepada nasib, karena ia yakin bahwa segala sesuatu akan diperoleh melalui usaha. Oleh karena itu, mereka ini perlu untuk diajak berpartisipasi dalam memecahkan masalah-masalah sekolah. Motif untuk berafilisi tercermin pada warga sekolah keinginan untuk menciptakan, memelihara, dan mengembangkan hubungan, serta suasana kebatinan dan perasaan yang saling menyenangkan antara sesama manusia. Sedang motif untuk berkuasa tercermin dari individu untuk menggerakkan dan mempengaruhi orang lain.
Dengan mengetahui ketiga motive tersebut di atas, maka pihak manajemen pendidikan akan lebih faham dan mudah untuk menggerakkan warga sekolah dalam rangka berpartisipasi aktif terhadap sekolah.
Selain tersebut di atas, ada konsep dasar yang berkaitan erat dengan motivasi, yaitu konsep sintalitas, need atau kebutuhan, dan incentive atau perangsang (Buchari Zainun, 1981 : 16)
Konsep sintalitas adalah suatu konsep yang menyatakan seseorang mendapat motivasi, maka seseorang tersebut mengalami ketidakseimbangan, namun apabila yang terjadi dorongan itu sudah terpenuhi dan sudah diketemukannya, maka akan beralih menjadi seimbang pada dirinya.
Needs atau kebutuhan seseorang warga sekolah berbeda-beda, namun demikian dapat dilihat dan dibedakan menurut tingkatannya yaitu :
a. Kebutuhan-kebutuhan pokok manusia sehari hari untuk makan, minum, berpakaian, bertempat tinggal, sex, dan lain-lainnya.
b. Kebutuhan-kebutuhan untuk memperoleh keselamatan, keamanan, jaminan atau perlindungan dari ancaman-ancaman yang membahayakan kelangsungan hidup dan kehidupan dengan segala aspeknya.
c. Kebutuhan-kebutuhan untuk disukai dan menyukai, bergaul, berkelompok, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
d. Kebutuhan-kebutuhan untuk memperoleh kehormatan, pujian, penghargaan dan pengakuan.
e. Kebutuhan-kebutuhan untuk memperoleh kebanggaan, keagungan, kemashuran, sebagai seorang warga sekolah yang mampu dan berhasil mewujudkan potensi bakatnya dan hasil prestasi yang luar biasa
Incentive atau perangsang adalah pemberian sesuatu tunjangan baik berupa materi maupun non-materi kepada seseorang warga sekolah dengan tujuan agar dapat melakukan tugasnya lebih baik dan giat. Hubungan antara perangsang dengan kebutuhan sebanding dengan konsep alat dan tujuan. Perangsang dapat dipandang sebagai alat, sedang kebutuhan sebagai tujuan.
Dari konsep dasar tersebut di atas, dapat dijadikan landasan dalam menggerakkan dan mendorong warga sekolah untuk berpartisipasi aktif dalam memikirkan permasalahan-permasalahan sekolah, sehingga timbul rasa memiliki, dan bertanggung jawab terhadap sekolah. Upaya yang perlu dilakukan dalam meningkatkan motivasi ini, sebagai berikut :
a. Keseimbangan. Peningkatan ini dimaksudkan untuk mengambil keseimbangan antara kepentingan warga sekolah dengan kepentingan tugas, karena terlalu banyak berorientasi kepada warga sekolah akan menghilangkan segi-segi formal dalam tugas, sedang terlalu berorientasi kepada tugas akan menghilangkan segi-segi kemanusiaan.
b. Pengawasan. Yaitu pengawasan yang tidak terlalu kaku, sehingga warga sekolah bisa menggunakan peluang berprakarsa sebanyak-banyaknya dalam menyelesaikan tugasnya.
c. Kesempatan. Yaitu pemberian kesempatan kepada warga sekolah seluas-luasnya untuk ikut berperan serta dalam batas-batas sesuai dengan kemampuannya.
d. Komunikasi. Yaitu membuka jalur-jalur komunikasi yang sehat, antara sekolah dengan warga sekolah. Dengan dibukanya jalur-jalur komunikasi yang selebar-lebarnya ini, akan terjadi komunikasi aktif warga sekolah dengan sekolahnya.
e. Pengakuan. Yaitu pengakuan atau penghargaan kepada warga sekolah. Dengan pengakuan ini, maka warga sekolah tersebut akan merasa puas. Pengakuan atau penghargaan ini dapat diberikan dalam bentuk materi atau non-materi.
f. Delegasi. Pelimpahan wewenang kepada warga sekolah dalam batas-batas yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas, maksudnya apabila wewenang itu mengandung tanggung jawab yang besar, maka pelimpahan wewenang perlu diberikan secara berangsur-angsur sesuai dengan kemampuan warga sekolah, karena dengan demikian para warga sekolah khususnya staf dan guru akan diberikan kepercayaan.
g. Kompetesi yang sehat. Dalam sekolah perlu ditumbuhkan persaingan yang sehat, agar warga sekolah bisa memperbaiki diri dari posisinya. Kompetesi yang sehat dan jujur akan menciptakan suatu iklim yang mendorong dinamika arah kemajuan.
h. Integrasi. Yaitu perpaduan antara kepentingan masing-masing warga sekolah dengan tujuan kelompok, serta tujuan formal sekolah, sehingga terwujud tujuan akhir dari sekolah.
i. Motivasi silang. Yaitu penyelenggaraan motivasi bukan hanya dari kepala sekolah kepada bawahannya, akan tetapi juga dari bawahan kepada kepala sekolah dalam batas-batas yang wajar.

BAB V KESIMPULAN

Berdasarkan uraian dari bab satu sampai bab empat, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Rendahnya mutu pendidikan saat ini, disebabkan oleh manajemen pendidikan yang tidak efektif. Berbagai upaya telah ditempuh, namun hasilnya masih kurang menggembirakan.
2. Untuk memperbaiki manajemen pendidikan yang tidak efektif tersebut, maka pada saat ini dimunculkan suatu konsep baru yaitu manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah atau MPMBS.
3. Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah, intinya adalah menciptakan otonomi sekolah seluas-luasnya, dan mengembangkan proses pengambilan keputusan dengan melibatkan warga sekolah secara aktif, sehingga tujuan pendidikan akan dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditetapkan.
4. Agar penerapan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini bisa dilaksanakan di seluruh sekolah-sekolah, maka upaya yang dilakukan adalah dengan meningkatkan pengawasan yang baik, serta memberi dorongan kepada seluruh warga sekolah untuk berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional, Konsep dan Pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (Jakarta: Ditjen Dikdasmen, 2001)
Indrawijaya, Adam Ibrahim, Perilaku Organisasi (Bandung: Sinar Baru, 1986)
Zainun, Buchari, Manajemen dan Motivasi (Jakarta: Balai Aksara, 1981)

0 komentar:

Posting Komentar

Nama ditulis pada Pilihan Select Profile

Tags

PENDIDIKAN NILAI

IMAM GAZALI BERTANYA

Suatu hari, Imam Al-Ghazali berkumpul dengan murid-muridnya lalu beliau bertanya (Teka Teki ) :

Imam Ghazali = " Apakah yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini ?
Murid 1 = " Orang tua "
Murid 2 = " Guru "
Murid 3 = " Teman "
Murid 4 = " Kaum kerabat "
Imam Ghazali = " Semua jawapan itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita ialah MATI. Sebab itu janji Allah bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati ( Surah Ali-Imran :185).

Imam Ghazali = " Apa yang paling jauh dari kita di dunia ini ?"
Murid 1 = " Negeri Cina "
Murid 2 = " Bulan "
Murid 3 = " Matahari "
Murid 4 = " Bintang-bintang "
Iman Ghazali = " Semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling benar adalah MASA LALU. Bagaimanapun kita, apapun kendaraan kita, tetap kita tidak akan dapat kembali ke masa yang lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini, hari esok dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama sebelum menyesal".

Iman Ghazali = " Apa yang paling besar didunia ini ?"
Murid 1 = " Gunung "
Murid 2 = " Matahari "
Murid 3 = " Bumi "
Imam Ghazali = " Semua jawaban itu benar, tapi yang besar sekali adalah HAWA NAFSU (Surah Al A'raf: 179). Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu kita membawa ke neraka."

IMAM GHAZALI" Apa yang paling berat didunia? "
Murid 1 = " Baja "
Murid 2 = " Besi "
Murid 3 = " Gajah "
Imam Ghazali = " Semua itu benar, tapi yang paling berat adalah MEMEGANG AMANAH (Surah Al-Azab : 72 ). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka menjadi khalifah pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya berebut-rebut menyanggupi permintaan Allah SWT sehingga banyak manusia masuk ke neraka kerana gagal memegang amanah."

Imam Ghazali = " Apa yang paling ringan di dunia ini ?"
Murid 1 = " Kapas"
Murid 2 = " Angin "
Murid 3 = " Debu "
Murid 4 = " Daun-daun"
Imam Ghazali = " Semua jawaban kamu itu benar, tapi yang paling ringan sekali didunia ini adalah MENINGGALKAN SOLAT (Surah al-Ma'un (4-7). Gara-gara pekerjaan kita atau urusan dunia, kita tinggalkan solat "

Imam Ghazali = " Apa yang paling tajam sekali di dunia ini? "
Murid- Murid dengan serentak menjawab = " Pedang "
Imam Ghazali = " Itu benar, tapi yang paling tajam sekali didunia ini adalah LIDAH MANUSIA (Surah 2:217). Karena melalui lidah, manusia dengan mudahnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri "